Rabu, 23 September 2015

SORE HARI

      Soree hariii... Waktu yang ditunggu para pekerja, pelajar dan semua orang yg sibuk untuk pulang kerumahnya masing-masing. Teh, kopi, dan sebagian ditemani oleh selilit tembakau menjadikan waktu ini selalu dinanti. Waktu seorang suami berpacaran dengan istrinya diteras rumah. Waktu dimana seorang anak kecil menyaksikan orang tuanya berpacaran diteras rumah. Waktu dimana seorang cucu menyaksikan kakeknya menangis melihat debu dikursi sampingnya diteras rumah. Sore yang indah.

   Tulisan pertama dan kedua sangatlah berbeda. Seorang penulis akan membuang kertasnya yg penuh coretan, dan menggantikan dengan coretan yang sama dikertas berikutnya. Keraguan akan estetika pada coretan pertama, dan digantikan oleh keimanan akan eksistensi estetika pada tulisan yang berikutnya. Omong kosong. Penulis seperti itu hanya seorang sufi yang lupa akan waktu sorenya, "aku mencintai waktu sore" kata tuhan kepada musa.

       Sore telah hilang. Yang ada hanya malam. "malam yang indah"  kata para pendosa. Pendosa yang sedang sujud, maupun yang sedang asik menari ditengah alunan musik dangdut. Pendosa yang sedang berdoa, maupun yang sedang minum dan tertawa. Media sosial menjadi maya didunianya, dan makhluk sosial telah hilang ditelan masa. Yang tersisa hanyalah aku, melihat layar terpaku, dan hanya bisa berteriak "fuck you".

      Anak kecil itu duduk termenung dibangku kakeknya. Keadaan sore semakin tenang, terang, tapi terasa tegang. Ia berbisik pada jiwanya "dimana sebagian dirimu berada? Sehingga bangku berdebu disampingku terisi."  bangku bagaikan relung jiwa yang kosong. Seorang gadis cantik membenarkan tali sepatunya didepan pelataran rumah. Ia menoleh kearah bangku kayu berdebu itu. Ia tersenyum, berdiri, dan mulai beranjak pergi.

       

       
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar